Sang Pengagum
Rahasia
by : Asti Rakhmawati
“KAAAAAAK...
MINTA TANDA TANGANNYA DONG!!!!! PLEASEEEE!!!!!!!!” Teriakku dan beberapa teman
baruku dari pinggir lapangan.
Perkenalkan.
Namaku Mia Cornetta Desi. Siswa baru kelas X di SMA Tri Pusaka Surabaya.
Barusan ngapain? Ada artis? Bukan kok. Biasalah. Orsiba. Minta tanda tangan
senior. Nggak penting sih. Tapi ya nggak ada ruginya juga kenal sama senior
yang berasa artis itu. Akhirnya salah seorang senior perempuan datang dan berdiri
di depanku dan tiga teman baruku.
“Kalian
mau minta tanda tangan?”
“Iya...”
jawab kami serempak.
“Kalau begitu, kamu... cari koordinator
subsie 12, pinjem ID cardnya dia.
Kamu... cari ketum basket, pinjem ID card
juga. Kamu... cari wakil koordinator subsie 3. Dan kamu... (menunjukku) pinjem ID card ketum karate. Buruan ya dek...”
Setelah
diperintah seperti itu, aku dan teman-temanku langsung bergegas mengerjakan
tugas masing-masing. Kemudian aku pergi ke stand
karate. Eh, ternyata nggak ada orang. Mampus deh aku. Mau nyari kemana nih,
batinku. Aku langsung tanya ke kakak kelas yang lagi duduk di stand sebelahnya.
“Permisi,
Kak. Ketumnya karate lagi dimana ya, Kak?”
“Oh,
dia lagi di bawah tangga” jawabnya.
“Makasih,
Kak...” dan akhirnya aku langsung lari ke bawah tangga.
Di
sana ada satu cowok... Sedang duduk... Nggak tahu kenapa... Aku serasa dihempas
angin kencang... Ah, apa-apaan sih aku. Akhirnya aku memutuskan untuk
mengacuhkan cowok itu. Tapi tunggu, dia memakai ID card! Jangan-jangan, itu ketum karate! Aku berjalan ke arahnya.
Dagdigdug. Takut. Malu. Campur aduk. Perasaan apa ini? Ah, apa-apaan sih. Batinku.
“Kak,
ketumnya karate, kan? Pinjem ID Cardnya
dong! Please...”
“Loh,
bukan Dek..”
“Ah
bohong... Ayolah Kak pinjem sebentar...”
Entah
mengapa aku tetap memaksa kakak itu. Abisnya dia nggak mau membalik ID Cardnya, sih... Aslinya aku takut.
Jangan-jangan beneran bukan ketum karate? Tapi aku PD aja.
Dan...
Akhirnya... Setelah maksa-maksa... ternyata dia bukan ketum karate! Dia ketum
ekskul lain! Malu. Maluuuuuuuuuuu banget. Aku langsung buru-buru meminta maaf
dan kembali ke kelas. Jadi nggak mood.
Aku maluuuuuu!!!!
***
Orsiba
sudah berlalu. Tapi kejadian itu masih aku ingat dengan jelas. Sekarang aku sudah
mulai sibuk mengikuti ekskul. Dan ekskul yang sedang aku ikuti ini akan
mengadakan sebuah event besar. Aku terpilih menjadi bendahara di dalam
kepanitiaan.
Sore
itu, aku bersama panitia lain sedang berdiskusi di kantin sekolah. Tiba-tiba
ada kakak kelas datang. Anak-anak langsung diam. Aku mendengar ada yang
nyeletuk, “Si ketum dateng nih” aku yang sedang sibuk dengan pemasukan dan
pengeluaran di pojok meja langsung kaget. Tiba-tiba dia berdiri di sampingku.
Spontan aku melihatnya. Dan kalian tahu? Dia... Dia... Dia ketum yang waktu
itu! Dia menyapaku,
“Hei... kamu yang waktu itu, kan? Nama kamu
siapa?”
“Mia”
Dia
juga bertanya nama ke yang lain. Akhirnya dia membantu menyelesaikan masalah kami.
Berkharisma. Berwibawa. Cerdas. Pintar bicara. Pantas saja dia menjadi ketum.
Dan aku baru sadar kalau aku nggak bisa berhenti melihatnya yang sedang
berbicara. Dia juga kadang melihatku.
Ah,
mungkin aku terlalu GR. Tapi meskipun begitu jantungku tetap saja berdetak
kencang. Aku ngga mendengarkan ocehannya. Akhirnya dia menepuk pundakku
menyadarkan lamunanku dan berpamitan untuk pergi. Panitia yang lain asik
menggosip tentangnya dan aku... berputar di dalam imajinasiku sendiri tentang
dirinya. Aku belum tahu namanya. Kemudian aku menanyakannya kepada anak di sebelahku.
Ternyata
namanya adalah Ben. Benjamin Franklin. Nama yang sesuai untuk orang itu... dan
yang akan selalu terngiang di otakku...
***
Aku
mengaguminya. Bukan! Aku suka dia. Bukan! Aku sayang dia!
Ya,
itulah yang terpikirkan di dalam benakku setiap kali aku bertemu dengannya. Bukan.
Melihatnya dari jauh. Ya. Tentunya dia tidak tahu apa yang aku rasakan. Hanya
sebagai penggemar rahasia. Penyuka rahasia. Biarlah. Karena tanpa dia sepertinya
aku nggak akan bersemangat ke sekolah.
“Hey,
ngelamun aja! Lagi ngapain kamu?” tanya si Arini, teman baruku.
“Ah,
nggak kenapa”
“Ciyee..
jangan-jangan lagi mikirin si ketum itu ya?” Cuma dia yang tau masalah
perasaanku.
“Ah,
nggak kok..” aku gugup. Dia pasti tahu kalau aku bohong.
“Mia,
aku mau bilang sesuatu... Tapi kamu jangan sedih ya...”
“Nggak
bakal kok, Ni... Ada apa?”
“Kak
Ben itu.. Sudah punya pacar... Jadi lebih baik kamu cari yang lain aja... Aku takut
kamu justru merasa sedih...”
Benar saja. Semenjak itu entah kenapa
aku jadi sering ketemu Kak Ben. Tapi, dengan pacarnya. Cantik, tinggi, putih,
pintar. Benar-benar pasangan yang serasi. Hhh, hatiku sedihhh sekali rasanya.
Tapi aku nggak bisa berhenti suka Kak Ben. Ya, mungkin meskipun dengan sedikit
tersakiti melihat pemandangan itu.
***
“MIAAAAA
AKU DAPET KABAR BAIKKKKKK!!!!!!!!!!!!”
“APAAAAAAA
APAAAAAAAAAAAAAAA????”
“KAK
BEN PUTUSSSSSSS!!!!!!!!!”
Pagi itu cerah. Cerah sekali.
Secerah hatiku yang dapat berita terbaru tentang Kak Ben dari Arini. Entah
mengapa hatiku langsung berbunga-bunga. Aku melewati hari itu dengan senyuman
dan mata berbinar-binar. Benar-benar hari yang indah...
***
Malam harinya saat aku sedang
belajar Kimia, tiba-tiba handphoneku
bergetar dan menyanyikan lagu milik Secondhand
Serenade yang berjudul Fall for You.
“Hai Dek... Lagi ngapain?”
“Eh, ini siapa ya?”
“Eh maaf. Ini aku Ben...”
Aku merasa jantungku copot. Nggak
bisa bernafas. Mau pingsan. DIA MENELEPONKU! MENELEPONKU!
“Dek?
Kamu masih di sana, kan?”
Suaranya
yang berat membangunkanku dari lamunan kebahagiaan tiada taraku malam itu. Kami
kemudian membahas tentang ekskul kami. Kemudian bercanda. Tertawa lepas
bersamanya lewat telepon. Entah apa yang terjadi. Aku bahagia sekali.
Beberapa
hari aku bercanda dan tertawa dengannya di telepon. Tapi hari ini lain. Lain
sekali. Aku murung seharian. Entah mengapa. Aku hanya berharap malam ini Kak
Ben akan meneleponku dan membuat moodku
naik. Tapi ternyata di tengah obrolan kami dia bertanya...
“Dek, kamu kenal Putri?” hatiku
langsung pecah. Hancur berkeping-keping.
Putri. Sahabatku. Tapi ketika kelas
3 SMP dia berubah. Dan sekarang dia satu sekolah denganku. Sebagai orang asing.
Dan menganggapku hanya sebagai teman biasa. Dia cantik. Cantik sekali. Pantas
saja aneh rasanya jika tidak ada yang menyukainya. Termasuk Kak Ben. Tapi mengapa?
Mengapa harus Kak Ben? Aku menangis tanpa air mata. Namun aku tahu hatiku sakit
sejadi-jadinya.
Jadi,
selama ini dia mendekatiku karena tahu kalau aku sahabat Putri? Jadi selama ini
aku terlalu GR? Terlalu PD? Terlalu berkhayal? Semua rasa itu berkecamuk. Marah,
sedih, kecewa, perih terluka.
Ya,
akhirnya aku tahu tujuannya mendekatiku. Untuk mencari tahu tentang Putri. Dan
ya, pada akhirnya aku berbalik arah membantunya mendekati Putri. Meskipun aku
tidak terlalu dekat dengan Putri saat ini. Aku memberitahukan tentang sifatnya,
kesukaannya, warna favoritnya, tentang cowok yang sedang mendekatinya,
semuanya.
***
“Mia, kamu kenapa? Sakit? Ke UKS aja
yuk?” ajak Arini di suatu pagi.
Aku memang sedang tidak enak badan.
Mungkin aku terlalu sering menangis karena Kak Ben. Lagi-lagi aku keukeh mengaguminya meskipun aku telah
terluka olehnya...
“Mia... Aku ada berita tentang Kak
Ben...” ucap Arini dengan nada pelan.
Sepertinya aku tahu. Aku tahu berita
itu tanpa perlu aku dengar dari yang lain. Aku terlalu lemas untuk
mendengarkannya. Tapi kasihan Arini. Ia akan merasa diacuhkan. Kujawab dengan
nada lemas.
“Apa
Ni?”
“Kak Ben jadian sama Putri”
S K A K M A T
***
Aku nggak tahu keadaanku setelah
itu. Semuanya gelap. Saat aku bangun aku ada di UKS. Dokter jaga bilang aku
terlalu lelah. Iya dok, lelah hati, batinku. Aku mau istirahat.. aku nggak mau
memikirkan semua yang sudah terjadi.
Mungkin
ini saatnya aku berhenti mengagumi Kak Ben. Tujuanku di sini untuk sekolah. Menggapai
cita-cita. Ya. Itu tujuanku.
Terima
kasih, Kak Ben. Setidaknya aku menjadi lebih semangat ke sekolah beberapa waktu
yang lalu. Tapi aku yakin aku bisa setelah berhenti mengagumimu. Selamat ya,
Kak Ben, atas jadianmu dengan Putri J mungkin memang
cukup bagiku untuk menyayangimu tanpa harus memilikimu.
S
E L E S A I
Oleh :
Asti Rakhmawati
XII IA 5 / 07
SMA Negeri 1 Jember
Part of Kumpulan Cerpen XII IA 5 "Secangkir Kisah Lila" tahun 2012
No comments:
Post a Comment